PENGARUH PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
TERHADAP PERUBAHAN BERAT BADAN IBU POSTPARTUM
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Air susu
ibu (ASI) adalah anugerah Tuhan untuk bayi yang tidak dapat digantikan oleh
makanan atau minuman apapun. (DEPKES RI, 2007)
ASI merupakan makanan pertama,
utama, dan terbaik bagi bayi. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. (Dwi Sunar P, 2009)
Air susu
ibu (ASI) mengandung seluruh zat gizi yang diperlukan bayi untuk tumbuh, dan
ASI juga membantu membangun system kekebalan bayi selama bulan-bulan pertama
yang penting. (Frances Williams, 2003)
Dalam evolusi
emansipasi wanita dan kesempatan mendapatkan pekerjaan lebih baik dalam meniti
karier, seolah-olah wanita lebih bernilai bila meninggalkan kodratnya memberi
ASI. Keadaan ini pernah melanda Indonesia dengan berorientasi pada susu formula
sebagai pengganti ASI. Situasi demikian sudah tentu dimanfaatkan oleh pabrik
susu kaleng dalam promosinya, sehingga lebih menonjolkan ASI sebagai makanan
utama dan alami untuk kesehatan bayi (Ida Ayu, 2009). Di Indonesia terutama di kota-kota besar, terlihat adanya
penurunan dalam pemberian ASI yang dikhawatirkan meluas kepedesaan. Wanita
kebanyakan khawatir menjadi gemuk setelah melahirkan karena sudah banyak contoh
perempuan yang baru melahirkan mengalami kenaikan berat badan (BB) relatif
besar daripada berat sebelum hamil. Namun, dari semua itu ada faktor-faktor
yang mempengaruhi kenaikan BB ibu yaitu para ibu tidak mau menyusui bayinya
secara eksklusif sehingga ibu menjadi
gemuk. (Suparyanto, 2011)
Data survei sosialekonomi nasional (SUSENAS) tahun 2005
dan 2006 menunjukkan telah terjadi peningkatan cakupan pemberian ASI eksklusif
sampai 6 bulan. Jika pada tahun 2005 cakupan ASI eksklusif sampai 6 bulan
sebesar 18,1%, cakupan tersebut naik menjadi 21,2% di tahun 2006. Sedangkan
cakupan ASI eksklusif pada seluruh bayi dibawah 6 bulan (0-6 bulan) dari 49,0%
ditahun 2005 menjadi 58,5% ditahun 2006. Sebagaimana diketahui, pemerintah
telah menetapakan target cakupan pemberian ASI secara eksklusif pada tahun 2010
pada bayi usia 0-6 bulan sebesar 80%. (DEPKES RI, 2007)
Di
kabupaten Jombang, dari seluruh bayi yang ada yaitu bayi yang diberi ASI eksklusif sebesar 11.575 dari
seluruh bayi sebesar 21.051. Dari
target pemberian ASI eksklusif sebesar 80% pencapaiannya sebesar 52,83%.
Sedangkan pencapaian Puskesmas Jarak Kulon dari 340 bayi hanya 144 bayi yang
diberikan ASI eksklusif dari target 80% pencapaiannya sebesar 42,35%.
Berdasarkan pernyataan bidan Siti Zulaikah, ibu yang menyusui eksklusif sebesar
20 orang sedangkan yang tidak menyusui sebesar 10 orang. (Dinkes Jombang)
Penelitian Cristian 2007 menunjukkan ibu yang menyusui
bayinya secara eksklusif lebih banyak mengalami penurunan berat badan di enam
bulan pertama postpartum daripada tidak menyusui bayinya. Tubuh ibu memerlukan
kalori sebanyak 500 kalori setiap hari untuk menghasilkan ASI yang dibutuhkan
selama menyusui bayinya sehingga dalam seminggu ibu yang menyusui bayinya
secara eksklusif akan kehilangan tenaga sebanyak 3500 kalori/0,45 kg berat
badannya untuk menyediakan ASI sebagai makanan bayinya. Maka selama enam bulan
postpartum ibu dapat mengalami kehilangan berat badan secara alamiah sebanyak
kurang lebih 11 kg hanya dengan memberikan ASI eksklusif. Bila ditambah program
latihan serta makanan (diet) sehat maka berat badan ibu postpartum dapat
kembali sebelum hamil dalam 9 - 11 bulan. Evaluasi dan pemantauan berat badan
perlu dilakukan oleh ibu selama hamil dan setelah persalinan. Hal ini penting
untuk mengetahui perubahan berat badan dan besaran kalori yang sesuai dengan
kebutuhan ibu. Berat badan sebelum hamil sangat penting dalam evaluasi dan
pemantauan ini karena menentukan apakah perubahan yang terjadi setelah
persalinan merupakan penurunan/justru peningkatan berat badan ibu. (Grace
Carol, 2010)
WHO/ UNICEF (2002) dalam dokumen Global Strategy For
Infant And Young Child Feeding (IYCF) merekomendasikan pola pemberian makanan
terbaik bagi bayi dan anak sampai usia 2 tahun yaitu:
a) Memberi kesempatan pada bayi untuk melakukan inisiasi
menyusui dini selama 1 jam setelah lahir.
b) Menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai umur 6
bulan.
c) Mulai memberikan makanan pendamping ASI bergizi sejak
bayi berusia 6 bulan.
d) Meneruskan menyusui sampai anak berusia 24 bulan/lebih.
Pemerintah Indonesia melalui Departemen
Kesehatan telah menindaklanjuti rekomendasi tersebut dengan menerbitkan Surat
Keputusan Mentri Kesehatan Nomor : 450/MENKES/SK/IV/2004 tentang Pemberian Air
Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi di Indonesia, yang menetapkan bahwa
pemberian ASI secara eksklusif bagi bayi di Indonesia adalah sejak lahir sampai
bayi berusia 6 bulan dan semua tenaga kesehatan agar menginformasikannya kepada
semua ibu yang baru melahirkan. (DEPKES RI, 2007)
Berdasarkan data tersebut diatas penulis
tertarik melakukan penelitian dengan mengangkat masalah “Pengaruh Pemberian ASI
Esklusif Terhadap Perubahan Berat
Badan Ibu Postpartum”.
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka penulis dapat merumuskan
masalah yaitu “Apakah ada pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap perubahan berat badan ibu postpartum?”.
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian ASI eksklusif
terhadap perubahan berat
badan ibu postpartum.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasikan jumlah ibu yang memberikan
dan tidak memberikan ASI eksklusif.
2) Mengidentifikasikan perubahan berat badan ibu
postpartum yang memberikan dan tidak memberikan ASI eksklusif.
3) Menganalisa
pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap perubahan berat badan ibu postpartum.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Institusi
Sebagai masukan data dan
memberikan sumbangan pemikiran perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian
kesehatan tentang pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap perubahan berat badan ibu postpartum.
1.4.2
Bagi Peneliti
Mengetahui pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap perubahan berat badan ibu postpartum.
1.4.3
Bagi Masyarakat
Memberikan bahan masukan atau informasi mengenai pengaruh
pemberian ASI eksklusif terhadap perubahan berat badan ibu postpartum kepada masyarakat khususnya
untuk ibu menyusui.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Dasar Pemberian ASI Eksklusif
Air susu
ibu (ASI) adalah anugerah Tuhan untuk bayi yang tidak dapat digantikan oleh
makanan atau minuman apapun. (DEPKES RI, 2007)
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
lactose dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar
payudara ibu sebagai makanan utama bagi bayi. ASI
eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan pendamping lain telah cukup
memenuhi kebutuhan tumbuh kembang bayi dalam enam bulan pertama setelah
dilahirkan. ASI eksklusif adalah pemberian ASI murni
tanpa bayi diberi tambahan lain seperti cairan air putih, teh, madu,
buah-buahan, maupun makanan tambahan seperti bubur susu atau bubur saring dan
sebagainya, sampai usia bayi 6 bulan. Non ASI eksklusif adalah
pemberian ASI didampingi dengan makanan lain sebelum bayi berumur 6 bulan
seperti teh, madu, sari buah, susu formula, bubur, buah dan lain-lain. (Suparyanto, 2011)
ASI merupakan makanan pertama , utama, dan terbaik bagi
bayi. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan bayi. (Dwi Sunar P, 2009).
Pedoman menyusui (WHO/UNICEF,
Breast Feeding Promotion And Support, 2005) dalam JNPK-KR (2007):
1)
Mulai menyusui segera setelah
lahir dalam waktu 1 jam.
2)
Jangan memberikan makanan
atau minuman lain kepada bayi (misalnya air, madu, larutan air gula, atau
pengganti air susu ibu). Kecuali di instruksikan dokter atas alasan medis,
sangat jarang ibu tidak memiliki air susu yang cukup sehingga memerlukan air
susu tambahan.
3)
Berikan ASI eksklusif selama 6 bulan
pertama hidupnya dan baru dianjurkan untuk memulai pemberian makanan pendamping
ASI setelah periode eksklusif tersebut.
4)
Berikan ASI pada bayi sesuai
dengan dorongan alamiahnya baik siang maupun malam (8-10 kali atau lebih dalam
24 jam) selama bayi menginginkannya.
2.1.2
ASI Menurut Stadium
Laktasi
1.
Kolostrum
a)Kolostrum
merupakan cairan yang pertama kali di sekresi oleh kelenjar payudara,
mengandung jaringan debris dan material residual yang terdapat didalam alveoli dan duktus dari
kelenjar payudara sebelum dan setelah
masa puerperium.
b) Merupakan
cairan dengan viskositas kental berwarna kekuning-kuningan, lebih kuning
dibandingkan dengan susu
yang matur.
c) Lebih
banyak mengandung protein dibandingkan dengan ASI yang matur tetapi berlainan
dengan ASI yang telah matur pada kolostrum protein yang utama adalah globulin
(gamma globulin).
d) Lebih
banyak mengandung antibodi
dibandingkan dengan ASI yang matur, sehingga dapat memberikan perlindungan bagi
bayi sampai umur 6 bulan.
e) Terdapat
tripsin inhibitor, sehingga hidrolisis protein didalam usus bayi menjadi kurang
sempurna. Hal ini akan lebih banyak menambah kadar antibodi pada bayi.
f) Volume
berkisar 150 - 300 ml/24 jam.
2)
Air Susu Masa Peralihan.
a) Merupakan
ASI peralihan dari kolostrum sampai ASI yang matur.
b) Disekresi dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari
masa laktasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ASI matur baru
terjadi pada minggu ketiga sampai minggu kelima.
c) Kadar
protein makin rendah sedangkan kadar
karbohidrat dan lemak makin tinggi.
d) Volume
juga akan makin meningkat.
Tabel 2.1 Komposisi ASI menurut
penyelidikan dari I.S.Kleiner dan J.M.Osten
Waktu
|
Protein
|
Karbohidrat
|
Lemak
|
Hari ke-5
|
2.00
|
6.42
|
3.2
|
Hari ke-9
|
1.73
|
6.73
|
3.7
|
Minggu ke-3
|
1.30
|
7.11
|
4.0
|
Kadar
diatas dalam satuan gram/100ml ASI
Sumber :
Sitti Salehah, 2009
3) Air Susu
Matur
a) Merupakan
ASI yang dikeluarkan pada hari ke-10, komposisi relatif konstan (adapula yang
menyatakan bahwa komposisi ASI relative baru mulai minggu ke-3 sampai minggu
ke-5).
b) Pada ibu
yang sehat dimana produksi ASI cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan
cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan.
c) Merupakan
suatu cairan bewarna putih kekuning-kuningan yang diakibatkan warna dari garam
ca-casianat, riboflavin dan karoten yang terdapat di dalamnya.
d) Tidak
menggumpal jika dipanaskan.
e) Terdapat
anti microbial factor antara lain :
a. Antibodi
terhadap bakteri dan virus.
b. Sel
(fagosit granulosit dan makrofot dan limsofit tipe T).
c.
Enzim (lisozim,
laktoperoksidose, lipase, katalase, fosfatase, amilase fosfo diestarase,
askalin fosfotase).
d. Protein
(laktoferin ,B12 binding protein).
e. Resistanse
factor terhadap stafilokokus.
f. Interferion
producing cell.
g. Hormon-hormon. (Sitti Saleha, 2009)
2.1.3
Anatomi Dan Fisiologi Payudara
1.
Anatomi Payudara
Gambar
2.1 Struktur Payudara (Tim Manajemen Laktasi Perinasia Pusat, 2005)
Bagian – bagian payudara terdiri
dari:
1. Pabrik
ASI (alveoli)
a. Berbentuk
seperti buah anggur.
b.
Dindingnya terdiri dari
sel-sel yang memproduksi ASI jika dirangsang oleh prolaktin.
2.
Saluran ASI (ductus
lactiferous)
` Berfungsi untuk menyalurkan ASI dari pabrik
ke gudang
3.
Gudang ASI (sinus
lactiferous)
Tempat penyimpanan ASI yang terletak
dibawah kalang payudara (areola)
4.
Otot Polos (myoepithel)
a.
Otot yang mengelilingi pabrik
ASI
b.
Jika dirangsang oleh hormone
oksitosin maka otot yang melingkari pabrik ASI akan mengerut dan menyemprotkan
ASI di dalamnya.
c. Selanjutnya,
ASI akan mengalir ke saluran payudara dan berakhir di gudang ASI.
Payudara
wanita dirancang untuk memproduksi ASI. Pada tiap payudara terdapat sekitar 20
lobus (lobe), dan setiap lobus memiliki sistem saluran
(duct system). Saluran utama bercabang
menjadi saluran-saluran kecil yang berakhir pada sekelompok sel-sel yang
memproduksi susu, disebut alveoli. Saluran yang melebar menjadi tempat penyimpanan
susu, dan bertemu pada puting payudara. Sel
otot mengelilingi alveoli. (Jane Chumbley, 2004). Secara anatomis, masing-masing kelenjar mamaria matang
terdiri atas 15 hingga 25 lobus yang berasal dari papil sekunder. Lobus tersusun
secara radial dan dipisahkan satu sama lain oleh lemak dalam jumlah yang
bervariasi. Setiap lobus terdiri atas beberapa lobulus
yang sebaliknya tersusun oleh sejumlah besar alveolus. Setiap alveolus memiliki
satu duktus kecil yang bersatu dengan duktus lain untuk membentuk satu duktus
besar untuk setiap lobus. Duktus laktiferosa ini bermuara secara terpisah
diputing, tempat duktus tersebut membentuk orifisium kecil, tetapi jelas.
Epitel sekretorik alveolus menghasilkan berbagai konstituen susu. (Kenneth J
Leveno, 2009)
2. Fisiologi
Laktasi
Setiap manusia pada umumnya memiliki
payudara, tetapi antara laki-laki dan perempuan berbeda dalam fungsinya.
Payudara yang matang adalah salah satu tanda pertumbuhan sekunder dari seorang
perempuan dan merupakan salah satu organ yang indah dan menarik. Lebih dari
itu, untuk mempertahankan kelangsungan hidup keturunannya maka organ ini
menjadi sumber utama kehidupan, karena air susu ibu (ASI) adalah makanan bayi
yang paling penting, terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan bayi.
Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan kehamilan, payudara semakin
padat karena retensi air, lemak, serta berkembangnya kelenjar-kelenjar payudara
yang dirasakan tegang dan sakit. Segera setelah terjadi kehamilan, maka korpus
luteum berkembang terus dan mengeluarkan estrogen dan progesteron untuk
mempersiapkan payudara agar pada waktunya dapat memberikan ASI. Proses
produksi, sekresi dan pengeluaran ASI dinamakan laktasi. Ketika bayi menghisap
payudara, hormon yang bernama oksitosin membuat ASI mengalir dari dalam
alveoli, melalui saluran susu (duct/milk canals) menuju reservoir susu (sacs)
yang berlokasi dibelakang areola, lalu kedalam mulut bayi. Pengaruh hormonal
bekerja mulai dari bulan ketiga kehamilan, dimana tubuh wanita memproduksi
hormon yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara. (Sitti Saleha,
2009)
Hal-hal
yang dapat meningkatkan oksitosin, antara lain:
1. Ibu
dalam keadaan tenang.
2. Mencium
dan mendengarkan celotehan bayi atau tangisannya.
3. Melihat
dan memikirkan bayinya dengan perasaan kasih sayang.
4.
Ayah menggendong bayi dan
memberikan kepada ibu saat akan menyusui dan menyendawakannya.
5.
Ayah menggantikan popok dan
memandikannya.
6.
Ayah bermain, menggendong,
mendendangkan nyanyian, dan membantu pekerjaan rumah tangga.
7.
Ayah memijat bayi.
Hal-hal
yang dapat mengurangi produksi oksitosin, antara lain :
1.
Ibu merasa takut jika
menyusui akan merusak bentuk payudara.
2.
Ibu bekerja.
3.
Ibu merasa khawatir produksi
ASI-nya tidak cukup.
4.
Ibu merasa kesakitan,
terutama saat menyusui.
5.
Ibu merasa sedih, cemas,
kesal, dan binggung.
6. Ibu
merasa malu untuk menyusui.
7. Suami
atau keluarga kurang mendukung dan mengerti ASI.
(Ari
Sulistyawati, 2009)
1)
Siklus Laktasi
a)
Laktogenesis 1
Laktogenesis
mulai sekitar 12 minggu sebelum melahirkan. (Helen Varney, 2007). Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki
fase laktogenesis 1. Saat itu payudara memproduksi kolostrum. Pada saat itu
tingkat progesteron tinggi mencegah produksi ASI sebenarnya. Tetapi bukan merupakan
masalah medis apabila ibu mengeluarkan kolostrum sebelum lahirnya bayi, dan hal
ini juga bukan indikasi sedikit atau banyaknya produksi ASI sebenarnya nanti.
(Alfarisi, 2011)
b)
Laktogenesis II
Dimulai
pada masa pascapartum dengan penurunan progesterone yang cepat setelah
pelahiran plasenta. (Helen Varney, 2007). Saat
melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat hormon progesteron,
estrogen, dan HPL secara tiba-tiba, namun hormon prolaktin tetap tinggi. Hal
ini menyebabkan produksi ASI besar-besaran yang dikenal dengan fase
laktogenesis II. (Alfarisi, 2011)
c)
Laktogenesis III
Galaktopoesis
(tahap III laktogenesis) merupakan produksi susu matur yang terus menerus.
Penyapihan mengakibatkan involusi payudara, yang dikarakteristikkan dengan dua
proses fisiologis yang berbeda yaitu sel sekretori mengalami apoptosis
(kematian sel yang terprogram) dan membrane dasar kelenjar mamae mengalami
degradasi proteolitik. Selama involusi payudara, banyak epithelium mamae
direabsorpsi. (Helen Varney, 2007). Sistem
kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan beberapa
hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem
kontrol autokrin dimulai. Fase ini dinamakan laktogenesis III. (Alfarisi, 2011)
2)
Reflek Penting Pada Proses
Laktasi
a)
Reflek Prolaktin
Bayi
menghisap payudara dan menstimulasi ujung syaraf. Syaraf memerintahkan otak
untuk mengeluarkan dua hormone yaitu prolaktin dan oksitosin. Prolaktin
merangsang alveoli untuk menghasilkan lebih banyak susu. (Jane Chumbley, 2003)
Gambar 2.2 Reflek prolaktin. (Bambang Widjarnako, 2009)
b)
Reflek aliran (let down
reflek)
Oksitosin menyebabkan sel-sel otot disekitar
alveoli berkontraksi, mendorong air susu masuk kesaluran penyimpanan, dan
akhirnay bayi dapat menghisapnya (ini disebut let-down reflek). (Jane Chumbley,
2003)
Gambar 2.3 Sel mioepitelial sekitar vili yang sebagian
berisi ASI. (Bambang Widjarnako, 2009)
Gambar
2.4 Reflek aliran. (Bambang Widjarnako, 2009)
2.1.4
Manajemen Laktasi
1)
Persiapan menyusui
a)
Persiapan psikologis
Keberhasilan menyusui didukung
oleh persiapan psikologis yang dilakukan sejak masa kehamilan. Persiapan ini
sangat berarti karena keputusan atau sikap ibu yang positif terhadap pemberian
ASI harus sudah terjadi pada saat kehamilan dan atau bahkan jauh sebelumnya.
Sikap ibu terhadap pemberian ASI dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain
adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan tentang menyusui di daerah masing-masing.
Dokter, bidan atau petugas kesehatan lainnya harus dapat memberikan perhatian
dan memperlihatkan pengertian terhadap kondis/situasi ibu. Langkah-langkah
persiapan ibu agar secara mental siap menyusui adalah:
a. Memberikan
dorongan kepada ibu dengan meyakinkan bahwa setiap ibu mampu menyusui bayinya.
Kepada ibu dijelaskan bahwa persalinan dan menyusui adalah proses alamiah,
hampir semua ibu berhasil menjalaninya.
b. Meyakinkan
ibu akan keuntungan ASI. Ajak ibu
membicarakan susu formula dalam
perbandingannya dengan ASI agar
ibu bisa melihat keuntungan ASI dan kekurangan susu formula.
c. Membantu
ibu mengatasi keraguan karena pernah bermasalah ketika menyusui pada pengalaman
sebelumnya.
d. Mengikut
sertakan suami atau anggota keluarga lain
yang berperan dalam keluarga.
e. Memberi kesempatan ibu untuk bertanya
setiap ia membutuhkannya.
b) Pemeriksaan
Payudara
Dalam masa kehamilan payudara
ibu perlu diperiksa sebagai persiapan menyusui. Tujuan pemerikaan ini adalah
untuk mengetahui keadaan payudara sehingga bila terdapat kelainan dapat segera
diketahui.
2) Cara
menyusui yang benar
1. Posisi
ibu dan bayi yang benar
a)
Berbaring miring
Ini posisi yang amat baik
untuk pemberian ASI yang pertama kali atau bila ibu merasakan lelah atau nyeri.
Ini biasanya dilakukan pada ibu menyusui yang melahirkan melalui operasi sesar.
Yang harus diwaspadai dari teknik ini adalah pertahankan jalan nafas bayi agar tidak
tertutup payudara ibu. Oleh karena itu, ibu harus selalu didampingi oleh orang
lain ketika menyusui.
Gambar 2.5 Posisi
menyusui berbaring miring. (Ari Sulistyawati, 2009)
b)
Duduk
Untuk posisi menyusui dengan duduk,
ibu dapat memilih beberapa posisi tangan dan bayi yang paling nyaman.
Perhatikan beberapa gambar berikut:
Gambar 2.6
Beberapa teknik menyusui dengan posisi duduk. (Ari Sulistyawati, 2009)
2.
Proses perlekatan
Untuk mendapatkan pelekatan
yang maksimal, penting untuk memberikan topangan atau sandaran pada punggung
ibu dalam posisinya tegak lurus terhadap pangkuannya. Ini mungkin dapat
dilakukan dengan duduk bersila diatas tempat tidur, dilantai, atau dikursi.
Gambar
2.7 Teknik memberikan ASI. (Bambang Widjarnako, 2009)
Gambar 2.8 Posisi
ideal putting susu dalam mulut bayi. (Bambang Widjarnako, 2009)
Langkah-langkah
dalam pelekatan/menyusui yang benar :
Gambar 2.9 Langkah-langkah
pelekatan dalam proses menyusui sampai dengan mengakhiri menyusui. (Ari
Sulistyawati, 2009)
3)
Lama dan frekuensi menyusui
Sebaiknya bayi disusui
nir-jadwal (On Demand), karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu
harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (kencing,
kepanasan atau kedinginan, atau sekedar ingin didekap) atau ibu sudah merasa
perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan atau payudara
sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam.
Pada awalnya bayi akan menyusu dengan jadwal yang tidak teratur, dan akan mempunyai
pola tertentu setelah 1-2 minggu kemudian. Menyusui yang dijadwal akan
berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan
produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui nir-jadwal, sesuai kebutuhan bayi,
akan mencegah timbulnya masalah menyusui. (Suparyanto,
2011)
4)
Tips Pemberian ASI
a) Susui
bayi sesering mungkin. Payudara kanan dan kiri. Jangan dijadwalkan. Produksi
ASI mengikuti permintaan, semakin sering dihisap, maka semakin banyak
berproduksi.
b) Pompa
payudara sehabis menyusui. Payudara yang kosong akan semakin mempercepat
produksi ASI.
c) Jangan
terlalu cepat memindahkan posisi menyusui dari payudara kiri ke kanan, dan
sebaliknya. ASI yang keluar setelah 15 menit pertama justru banyak mengandung
lemak yang dapat mengenyangkan bayi. Jangan lakukan posisi menyusui tiduran
atau sampai ketiduran.
d) Makan
makanan yang bergizi dan minum cairan yang cukup banyak. Bisa air putih, jus
buah, susu rendah lemak, kuah makanan. Makanannya usahakan banyak sayur hijau
dan makanan laut. Daun katuk segar lebih cepat menghasilkan daripada suplemen
seperti Pro ASI atau lancar ASI.
e) Minum
madu juga sangat bermanfaat.
f) Ibu
harus cukup istirahat dan tidak boleh stres. Stres membuat ASI mendadak kering.
g) Kalau
bayi masih tampak kurang puas juga, pompa ASI dan masukkan ke botol untuk
diberikan ke bayi. Tapi sebenarnya penggunaan dot tidak dianjurkan paling tidak
sampai usia bayi 6 bulan sebab dapat mengganggu perkembangan sistem syaraf dan
struktur tulang kepala.
h) Ini yang
paling penting, yaitu rasa percaya diri bahwa kita mampu untuk memberikan yang
terbaik untuk bayi kita yaitu ASI. (Suparyanto, 2011)
2.1.5
Kandungan ASI Dan PASI
Tabel 2.2 Perbandingan kandungan zat gizi ASI dan susu sapi tiap 100 ml
Komposisi
|
Satuan
|
ASI
|
Susu Sapi
|
Energi
Air
Protein
Rasio kasein: whey
Lemak
Laktosa
Vitamin A (retinol)
Beta-karoten
Vitamin D
Larut dalam air
Vitamin C
Tiamin (vit B1)
Riboflavin (vit B2)
Niasin
Vitamin B12
Folasin (asam folat)
Kalsium (Ca)
Besi (Fe)
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
|
Kkal
g
g
g
g
ug
ug
ug
ug
mg
mg
mg
mg
ug
ug
mg
mg
ug
ug
|
70
89,7
1,07
1 : 1,5
4,2
7,4
60
0
0,01
0,80
3,8
0,02
0,03
0,62
0,01
5,2
35
0,08
39
295
|
67
90,2
3,4
1 : 0,2
3,9
4,9
31
19
0,03
0,15
1,5
0,04
0,2
0,89
0,31
5,2
124
0,05
21
361
|
Sumber : Rita Juniriana, 2007
2.1.6
Mengeluarkan ASI
Seringkali kita tidak bisa memberikan ASI pada
bayi secara langsung atau kita ingin sang ayah memberikannya. Untuk itu, kita
harus mengeluarkan ASI, baik dengan tangan maupun pompa lalu menyimpannya dalam
botol steril, cangkir, atau kantung plastic. Setelah menutupnya, beri label
wadah itu dengan tanggal dan waktu kapan ASI itu diperas.
Berbagai
cara untuk mengeluarkan ASI sebagai berikut :
1. Memeras
ASI dengan tangan.
Gambar 2.2 Memeras
ASI dengan tangan
Kontak kulit ke kulit merupakan cara terbaik
untuk merangsang saluran ASI. Pastikan tangan kita bersih dan pijatlah payudara
dengan baik. Usaplah dengan lembut kebawah kearah putting dan areola (daerah
hitam disekeliling puting). Kemudian tempelkan ibu jari diatas areola dan
jari-jari lain di bawah payudara. Lakukan gerakan ritmis menekan kemudian tekan
kea rah tulang payudara. Setelah beberapa menit, ASI akan keluar.
2. Memeras
ASI dengan pompa manual.
Gambar 2.3 Memeras ASI dengan
pompa manual
Ada berbagai macam pompa manual untuk memeras
ASI dengan lebih cepat. Pompa seperti jarum suntik adalah yang paling efektif.
Pompa tersebut memiliki silinder dalam dan luar dan bekerja dengan menghisap,
mengeluarkan ASI dengan kerja piston. Buatlah penutup yang kuat pada putting
susu dengan corong pada silinder dalam. Kemudian tarik dan tekan silinder luar
dengan gerakan teratur selama beberapa menit hingga ASI keluar.
3. Memeras
ASI dengan pompa mesin.
Gambar 2.4
Memeras ASI dengan pompa mesin
Pompa
ASI mesin yang dioperasikan dengan baterai dan listrik bisa digunakan di rumah.
Pompa ASI itu bisa mengeluarkan ASI denagn cepat secara otomatis. Pompa mesin,
umumnya dirancang dengan disertai sebuah pengepas yang memungkinkan ASI bisa
secara langsung mengalir dalam botol. Dengan demikian, lebih mudah dan praktis.
(Frances Williams, 2003)
2.1.7
Penyimpanan ASI
ASI yang
dikelurkan dapat disimpan untuk beberapa saat dengan syarat berikut ini:
1. Di udara
bebas/terbuka :
6 – 8 jam
2. Di
lemari es (4ºC) :
24 jam
3. Di
lemari pendingin/beku (-18ºC) : 6 bulan
Mencairkan
es beku yaitu:
1. Siapkan
air hangat suam kuku didalam rantang atau panic kecil.
2. Taruhlah
plastik berisi ASI beku dalam air hangat tersebut. ASI akan mencair dalam waktu
kurang dari 5 menit. (Sitti Salehah, 2009)
2.1.8
Kriteria Untuk Mengetahui
Jumlah ASI Cukup Atau Tidak
1)
ASI yang banyak dapat
merembes keluar melalui puting.
2)
Sebelum disusukan,
payudara terasa tegang.
3)
Berat badan naik sesuai
dengan usia
Tabel 2.3 Kenaikan berat badan
dihubungkan dengan usia bayi
Usia
|
Kenaikan berat badan
rata-rata
|
1-3 bulan
|
700 gr/bulan
|
4-6 bulan
|
600 gr/bulan
|
7-9 bulan
|
400 gr/bulan
|
10-12 bulan
|
300 gr/bulan
|
1 tahun
|
Dua kali berat badan
waktu lahir
|
2 tahun
|
Tiga kali berat badan
waktu lahir
|
Sumber: Sitti Saleha, 2009
4) Jika ASI cukup, setelah menyusu maka bayi akan tertidur
dengan tenang selama 3-4 jam.
5) Bayi lebih sering berkemih, sekitar 8 kali sehari. (Sitti
Saleha, 2009)
2.1.9
Manfaat ASI
1) Manfaat
bagi bayi
Pemberian
ASI dapat membantu bayi memulai kehidupannya dengan baik. Kolostrum, susu
jolong, atau susu pertama mengandung antibody yang kuat untuk mencegah infeksi
dan membuat bayi menjadi kuat. ASI mudah dicerna oleh bayi. (Ari Sulistyawati,
2009)
2)
Manfaat untuk ibu:
a)
Mengurangi perdarahan setelah
melahirkan
b)
Mengurangi terjadinya anemia
c)
Menjarangkan kehamilan
d)
Mengecilkan rahim
e)
Lebih cepat langsing kembali
f)
Mengurangi kemungkinan
menderita kanker. (Jenny, 2006)
3)
Untuk semua orang
a) ASI
selalu bersih dan bebas hama yang dapat menyebabkan infeksi.
b)
Pemberian ASI tidak
memerlukan persiapan khusus.
c)
ASI selalu tersedia dan
gratis.
d)
Bila ibu memberikan ASI pada
bayinya sewaktu-waktu ketika bayinya meminta (0n demand) maka kecil
kemungkinannya bagi ibu untuk hamil dalam enam bulan pertama sesudah
melahirkan.
e)
Ibu menyusui yang siklus
menstruasinya belum pulih kembali akan memperoleh perlindungan sepenuhnya dari
kemungkinan hamil. (Ari Sulistyawati, 2009)
2.1.10 Manfaat ASI Esklusif 6 Bulan
1) Untuk
bayi
a) Melindungi
dari infeksi gastrointestinal.
b) Bayi
yang diberi ASI eksklusif selama 6 bulan
tingkat pertumbuhannya sama
dengan yang ASI eksklusif hanya 4 bulan.
c) ASI
eksklusif 6 bulan ternyata tidak menyebabkan kekurangan zat besi.
2) Untuk
ibu
a) Menambah
panjang kembalinya kesuburan pasca kelahiran, sehingga memberi jarak antara
anak yang lebih panjang alias menunda kehamilan berikutnya. Karena kembalinya
menstruasi tertunda, ibu menyusui tidak membutuhkan zat besi sebanyak ketika
mengalami menstruasi.
b) Ibu
lebih cepat langsing, penelitian membuktikan bahwa menyusui 6 bulan lebih
langsing setengah kg dibanding ibu yang tidak menyusui. (Suparyanto, 2011)
1.1.12 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian ASI Esklusif
2. Internal
a)
Pengetahuan
Dari hasil penelitian (FKUI) tampak
bahwa ibu yang berpendidikan rendah sampai menengah lebih cepat memberikan susu
botol daripada ibu yang tidak berpendidikan formal. Ibu yang tidak berpendidikan formal sebagian telah
mengetahui apa manfaat serta keuntungan ASI Eksklusif sehingga mendorong ibu
untuk menyusui bayinya sendiri.
b)
Ketenangan Jiwa Dan
Pikiran
Pemberian
ASI dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan,
sedih, kurang percaya diri, dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan
menurunkan volume ASI bahkan produksi ASI tidak bisa terjadi.
c)
Kemauan Ibu
Seorang
ibu yang secara tidak sadar berpendapat bahwa menyusui hanyalah merupakan beban
saja bagi kebebasan pribadinya atau hanya memperburuk ukuran tubuhnya, tidak
akan dapat menyusui anaknya dengan baik perasaan tersebut mempunyai pengaruh
negative terhadap produksi susu. (Suparyanto, 2011)
d)
Kondisi Ibu
a.
Puting Susu Rata Atau Masuk Kedalam
Walaupun 87% ibu dapat menyusui, ada situasi tertentu yang
membuat ibu sulit menyusui. Sekitar 2% ibu memiliki puting susu yang masuk
kedalam ketika areolanya ditekan. Sedangkan 5-8% ibu mempunyai puting susu rata
yang tidak mencuat keluar saat dingin atau distimulasi. Ketika hamil, ibu dapat
melakukan berbagai latihan atau mengenakan pelindung payudara (breast
shells) untuk membuat puting mencuat keluar. Sebagian ibu dengan
puting susu yang masuk kedalam masih dapat menyusui secara efektif, yang
penting kelenturan kulit disekelilingnya dan kemudahan bayi mengisap puting.
(Dwi Sunar P, 2009)
b.
Masalah – Masalah Payudara
Bila
payudara besar, mungkin ibu perlu menyangganya saat menyusui bayinya agar tidak
mengganggu atau menindih apapun yang dapat menyebabkan saluran ASI tersumbat.
Pada ibu setelah melakukan bedah payudara, bisa atau tidaknya menyusui
tergantung pada ada atau tidaknya saluran ASI atau saraf terpenting yang
terpotong dan rusak. Bila terpotong maka dapat mempengaruhi produksi ASI,
meskipun sistem salurannya sembuh sehingga dapat memproduksi ASI kembali namun
apabila saraf terpotong maka isapan bayi pada puting dan areola tidak
menstimulasi otak untuk memerintahkan produksi hormon yang membuat dan
mengeluarkan air susu. Bila bedah hanya dilakukan pada salah satu payudara, ibu
bisa menyusui secara eksklusif dengan payudara yang lainnya. (Dwi Sunar P,
2009)
c.
Ibu Terserang Penyakit
Sesungguhnya,
bukanlah hal yang menyenangkan bila ibu sakit, padahal ia harus menyusui
bayinya. Jika ibu menderita penyakit yang cukup serius, ibu mungkin enggan
menyusui atau meyakini bahwa menyusui tidaklah aman bagi bayinya. Sebaiknya ibu
mempertimbangkan hal tersebut dengan sebaik-baiknya. Sebab boleh jadi ibu punya
banyak pilihan. Bila ibu sedang sakit dan ingin tetap menyusi bayinya, hal ini
bukanlah masalah serius. Tindakan itu akan bermasalah jika ibu harus minum obat
yang tidak cocok bagi bayinya. Bila ingin berhenti menyusui bayinya selama
minum obat, maka hendaknya ibu memompa payudara agar suplai ASI tetap terjaga.
Intinya ibu harus terus-menerus menyusui bayinya agar bayi memperoleh banyak
antibodi dari ASI. Ibu harus mengetahi bahwa apabila berhenti menyusui secara
tiba-tiba mengakibatkan pembesaran payudara dan terkena mastitis. (Dwi Sunar P,
2009)
e)
Kondisi Bayi
Ada
berbagai kondisi bayi yang membuatnya sulit menyusu kepada ibunya. Dengan
mengetahui hal ini, ibu harus bisa lebih menyiasatinya.
(Suparyanto, 2011)
3.
Eksternal
a)
Sosial Ekonomi
Faktor sosial ekonomi sangat berperan
dimana sosial ekonomi yang cukup atau baik akan memudahkan mencari pelayanan
kesehatan yang lebih baik. Faktor ekonomi berkaitan erat dengan konsumsi makanan
atau dalam penyajian makanan keluarga khususnya dalam pemberian ASI. Kebanyakan
penduduk dapat dikatakan masih kurang mencukupi kebutuhan dirinya
masing-masing. Keadaan umum ini dikarenakan rendahnya pendapatan yang mereka
peroleh dan banyaknya anggota keluarga yang harus diberi makan dengan jumlah
pendapatan rendah. (Suparyanto, 2011)
b)
Sosial Budaya
Faktor sosial budaya sangat
berperan dalam proses terjadinya masalah pemberian ASI diberbagai kalangan
masyarakat. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan untuk tidak
memberikan ASI karena merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya, hal ini
sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip yang ada.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan, pemberian
ASI, pantangan, takhayul dan tahu yang menyebabkan konsumsi pemberian ASI
menjadi rendah. Adanya pantangan tersebut
didasarkan pada keagamaan, tetapi ada pula yang merupakan tradisi yang turun
temurun. (Suparyanto, 2011)
c)
Status Pekerjaan
Bekerja
umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu bagi ibu-ibu yang mempunyai
pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Seorang yang memerlukan
banyak waktu dan tenaga untuk menyelesaikan
pekerjaan yang dianggap penting dan memerlukan perhatian dengan adanya
pekerjaan. Masyarakat yang sibuk akan memiliki waktu yang sedikit untuk
memperoleh informasi, sehingga tingkat pendidikan yang mereka peroleh juga
berkurang, sehingga tidak ada waktu untuk memberikan ASI pada bayinya.
(Suparyanto, 2011)
d) Perawatan Waktu Lahir
Pertolongan pertama dan terakhir
kelahiran ditenaga kesehatan sangat penting dalam pengupayaan keberhasilan
pemberian ASI dini ditempat pelayanan ibu bersalin sangat tergantung pada
petugas kesehatan, karena mereka adalah orang yang pertama akan membantu ibu
bersalin melakukan pemberian ASI dini. Pada saat perawatan antenatal petugas
kesehatan harus memotivasi ibu untuk memperhatikan dan mempersiapkan payudara
dengan melakukan perawatan payudara secara teratur. Pada trimester III
kehamilan, petugas kesehatan harus memberikan
dorongan psikologis kepada ibu dengan mengemukakan berbagai manfaat pemberian
ASI. (Suparyanto, 2011)
2.2
Konsep Dasar Perubahan Berat Badan Ibu Postpartum
Masa
nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum
hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu.
Tahapan
masa nifas :
1. Puerperium
dini
Puerperium
dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap bersih dan boleh
bekerja setelah 40 hari.
2. Puerperium
intermedial
Puerperium
intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia, yang
lamanya sekitar 6 – 8 minggu.
3. Remote
puerperium
Remote
puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna,
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan
tahunan. (Ari Sulistyawati, 2009)
Melahirkan akan menyebabkan ibu kehilangan berat badan
selama hamil sekitar 5-6 kg akibat pengeluaran plasenta, air ketuban, dan 2-3
kg diuresis, lokea, dan involusi uteri. (Grace
Carol, 2010). Dari berbagai faktor penurunan berat badan
ibu postpartum tersebut, ada juga faktor lain yaitu pemberian ASI eksklusif
kepada bayi. Sekian lama masyarakat hanya tahu manfaat pemberian ASI untuk
bayi. Padahal ibu juga banyak mendapatkan manfaatnya. Salah satu manfaat yang
dibahas saat ini adalah pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan berat badan
ibu postpartum. Metabolisme energi dan pengaturan nafsu makan/asupan makanan
bayi maupun ibu diatur hormon leptin yang kadarnya dalam ASI berbanding lurus
dengan kadar darah ibu selama periode menyusui dan hormon ini tidak ditemukan
pada ibu postpartum yang kelebihan berat badan disebabkan leptin tidak bekerja
baik/ hormonnya kurang. Produksi leptin terutama diatur oleh perubahan insulin
– induced dalam metabolisme sel lemak sehingga bayi yang semakin banyak
mendapatkan ASI berat badannya lebih ringan serta dapat mencegah bayi mengalami
kelebihan berat badan dari yang mendapat pengganti ASI dan ibu dapat mengalami
penurunan BB postpartum. (Suparyanto, 2011). Penelitian Cristian 2007
menunjukkan ibu yang menyusui bayinya secara eksklusif lebih banyak mengalami
penurunan berat badan di enam bulan pertama postpartum daripada tidak menyusui
bayinya. Tubuh ibu memerlukan kalori sebanyak 500 kalori setiap hari untuk menghasilkan
ASI yang dibutuhkan selama menyusui bayinya sehingga dalam seminggu ibu yang
menyusui bayinya secara eksklusif akan kehilangan tenaga sebanyak 3500
kalori/0,45 kg berat badannya untuk menyediakan ASI sebagai makanan bayinya.
Maka selama enam bulan postpartum ibu dapat mengalami kehilangan berat badan
secara alamiah sebanyak kurang lebih 11 kg hanya dengan memberikan ASI
eksklusif. Bila ditambah program latihan serta makanan (diet) sehat maka berat
badan ibu postpartum dapat kembali sebelum hamil dalam 9- 11 bulan. Evaluasi
dan pemantauan berat badan perlu dilakukan oleh ibu selama hamil dan setelah
persalinan. Hal ini penting untuk mengetahui perubahan berat badan dan besaran
kalori yang sesuai dengan kebutuhan ibu. Berat badan sebelum hamil sangat penting
dalam evaluasi dan pemantauan ini karena menentukan apakah perubahan yang
terjadi setelah persalinan merupakan penurunan/justru peningkatan berat badan
ibu. (Grace Carol, 2010).
Pemberian ASI yang tepat akan mengakibatkan turunnya
berat badan ibu pada masa periode menyusui. Keberhasilan penurunan berat badan
ini ternyata juga dipengaruhi oleh beberapa faktor terkait yaitu modus menyusui
yang benar, pengaturan asupan kalori perhari sesuai dengan anjuran bagi ibu
menyusui, aktifitas tubuh yang memadahi dan penambahan berat badan saat hamil
yang ideal (sesuai BMI yang dimiliki). Namun, banyak perempuan yang tidak dapat
meraih berat badan sebelum hamil walaupun aktifitas pemberian ASI dilakukan.
Hal tersebut umumnya terjadi akibat terlalu besarnya asupan kalori harian saat
masa menyusui, ditambah dengan aktivitas tubuh yang rendah. Walaupun mereka
tidak dapat meraih berat badan sebelum hamil, bila dibanding para ibu yang
tidak memberikan ASI mereka tetap menunjukkan penurunan berat badan dibanding
kelompok kedua tersebut. (DA Inayati, 2006). Ibu
menyusui biasanya jauh lebih cepat mendapatkan kembali ukuran tubuhnya
dibandingkan ibu tidak menyusui. Karena oksitosin hormone yang merangsang
produksi susu juga membuat rahim ibu berkontraksi dan ini merangsang perut
kembali keukuran sebelum melahirkan. (Frances Williams, 2003). Lemak disekitar
panggul dan paha yang ditimbun pada masa kehamilan berpindah kedalam ASI
sehingga ibu lebih cepat langsing kembali. (Dwi Sunar, 2009). Menurut penelitian, asupan kalori dalam kondisi ekstrem
yang kurang dari 1500-1700kkal perhari dapat mengurangi 15% volume ASI yang
diproduksi. Jadi, ibu menyusui jangan sampai melakukan diet (apa lagi yang
bertujuan untuk mengurangi berat badan) tanpa melalui konsultasi profesional
dengan ahlinya karena hal tersebut akan memperbesar bahaya terjadinya kurangnya
suplai beberapa mikronutrisi yang ada di ASI. (Ratih Novianti, 2009)
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konseptual adalah hubungan antara konsep-konsep
yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan
dilakukan (Notoatmodjo, 2005). Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat
dilihat pada gambar 3.1.
|
Surat Keputusan
Mentri Kesehatan Nomor : 450/MENKES/SK/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu
Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi di Indonesia
|
Faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan berat badan ibu postpartum:
|
1.Pemberian ASI Eksklusif
|
3.
Pengeluaaran: diuresis, lochea dan involusi uteri
|
4.
Program latihan serta makanan (diet) sehat
|
2.
Pengeluaaran: bayi, plasenta, air ketuban, darah
|
Pemberian ASI Eksklusif
|
Perubahan
berat badan ibu postpartum
|
BB
naik
|
BB
tetap
|
BB
turun
|
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh Pemberian ASI
Eksklusif Terhadap Penurunan Berat Badan Ibu Postpartum. (DEPKES RI 2007, Grace
Carol 2010)
:
tidak diteliti
Alur
kerangka konseptual: WHO/ UNICEF (2002) dalam dokumen Global Strategy For
Infant And Young Child Feeding (IYCF) merekomendasikan pola pemberian makanan
terbaik bagi bayi dan anak sampai usia 2 tahun yaitu:
a) Memberi kesempatan pada bayi untuk melakukan inisiasi
menyusui dini selama 1 jam setelah lahir.
b) Menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai umur 6
bulan.
c) Mulai memberikan makanan pendamping ASI bergizi sejak
bayi berusia 6 bulan.
d) Meneruskan menyusui sampai anak berusia 24 bulan/lebih.
Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan telah menindaklanjuti
rekomendasi tersebut dengan menerbitkan Surat Keputusan Mentri Kesehatan Nomor
: 450/MENKES/SK/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif
pada bayi di Indonesia, yang menetapkan bahwa pemberian ASI secara eksklusif
bagi bayi di Indonesia adalah sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan dan semua
tenaga kesehatan agar menginformasikannya kepada semua ibu yang baru
melahirkan.(DEPKES RI, 2007)
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan berat badan ibu postpartum yaitu: Pemberian ASI
eksklusif, pengeluaran bayi, air ketuban, darah,plasenta, pengeluaran dieresis,
lochea, dan involusi uteri, serta program latihan serta (diet) makanan sehat.
Namun peneliti hanya meneliti pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap
perubahan berat badan ibu postpartum, yaitu: berat badan naik, tetap, atau
turun.
3.2 Hipotesis
Hipotesis
adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian.
(Nursalam, 2008)
Ada pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap perubahan berat badan ibu postpartum.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu
pengetahuan atau pemecahan suatu masalah, pada dasarnya menggunakan metode
ilmiah. (Notoatmodjo, 2005). Pada bab ini akan diuraikan tentang: Waktu dan
Tempat Penelitian, Desain Penelitian, Kerangka kerja, Populasi, Sampel, dan
Sampling, Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel, Instrumen Penelitian,
Pengumpulan Data, Pengolahan Data dan Analisa Data, Etika penelitian,
keterbatasan.
1.1 Waktu
dan Tempat Penelitian
1.1.1
Waktu
Penelitian
Pelaksanaan
penelitian ini dimulai dari perencanaan (penyusunan proposal) sampai dengan
penyusunan laporan akhir sejak bulan Februari sampai bulan Mei 2011. Adapun pengumpulan
data primer dilakukan mulai bulan Aprli - Mei 2011, sedangkan pengumpulan data sekunder dimulai pada
bulan Februari - Maret 2011. Sumber primer yaitu mengukur, menghitung sendiri
dalam bentuk angket, observasi, wawancara dan lain-lain. Sumber sekunder yaitu
data yang diperoleh dari orang lain, kantor yang berupa laporan, profil, buku
pedoman, buku acuan, majalah, koran, buku skripsi. (Wibisono Soesanto, 2009)
1.1.2
Tempat
Penelitian
Sedangkan
lokasi penelitian ini dilakukan di Bps Siti Zulaikah, Amd.Keb, Jogoroto,
Jombang. Alasan mengambil tempat di BPS Siti Zulaikah, Amd.Keb karena dari
pernyataannya bahwa terdapat ibu yang menyusui dan tidak menyusui sebesar 30
orang.
1.2
Desain Penelitian
Desain penelitian adalah hasil akhir dari suatu tahap
keputusan yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan. Desain sangat
erat dengan bagaimana kerangka konsep penelitian sebagai petunjuk perencanaan
penelitian secara rinci dalam hal pengumpulan dan analisa data. (Nursalam, 2009).
Jenis penelitian yang
digunakan adalah metode analitik. Dengan menggunakan desain Study Cross Sectional yaitu: suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara factor-faktor resiko
dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data. Sekaligus
pada suatu saat (point time approach).
Artinya, tiap subyek penelitian hanya statis karakter atau variable subyek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak
berarti bahwa semua subyek penelitian diamati pada waktu yang sama.
(Notoatmodjo, 2005). Peneliti memilih desain study cross sectional karena
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap perubahan berat badan ibu postpartum
dan dilakukan pada waktu yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi, artinya
penelitian dilakukan pada saat imunisasi yaitu setiap hari selasa.
BB Tetap
|
BB Naik
|
Tidak memberikan ASI Eksklusif
|
Memberikan ASI Eksklusif
|
BB Tetap
|
BB Turun
|
BB
Awal
|
BB Naik
|
Ibu postpartum 6 bulan
|
IV
BB Turun
|
Gambar 4.1 Konsep
Desain Penelitian Study Cross Sectional
Keterangan :
I :
Mengetahui berat badan ibu postpartum sebelum hamil.
II : Populasi
semua ibu postpartum usia 6 bulan yang ada di BPS Siti Zulaikah Amd.Keb.
III : Ibu
postpartum yang memberikan dan tidak memberikan ASI eksklusif.
IV : Pengaruh
pemberian ASI eksklusif terhadap perubahan berat badan ibu postpartum, yaitu:
berat badan naik, tetap, atau turun.
1.3
Kerangka Kerja (Frame
Work)
|
I
|
II
|
|
|
III
|
IV
|
Desain Penelitian
Cross Sectional
|
Pengumpulan Data
|
V
|
VI
|
|
|||
VII
|
|
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Perubahan Berat Badan Ibu Pospartum
Keterangan :
I : Populasinya yaitu semua ibu
postpartum yang ada di BPS Siti Zulaikah, Jogoroto yang jumlahnya 30 orang .
II : Sampelnya yaitu ibu 6 bulan
postpartum baik yang memberikan maupun tidak memberikan ASI eksklusif di BPS
Siti Zulaikah Jogoroto yang jumlahnya 30 orang.
III : Sampling menggunakan non
probability sampling dengan jenis total sampling.
IV : Desain penelitian menggunakan
study cross sectional.
V : Pengumpulan data menggunakan
lembar wawancara, kuiseoner, dan observasi.
VI : Pengolahan dan analisa data yaitu dengan Editing, Coding, Scoring,
Tabulating, Uji Mann-Whitney.
VII : Setelah proposal selesai maka dilanjutkan
dengan penyusunan laporan akhir.
1.4 Populasi,
Sampel dan Sampling
1.4.1
Populasi
Populasi
adalah keseluruhan objek penelitian atau obyek yang diteliti. (Notoatmodjo,
2005). Populasi dalam penelitian ini adalah semua
ibu postpartum di BPS Siti
Zulaikah, Jogoroto yang jumlahnya 30 orang .
1.4.2
Sampel
Sampel
adalah sebagian kecil yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi. (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini
sampel yang diteliti yaitu ibu postpartum yang memberikan ASI Eksklusif maupun
tidak di BPS Siti Zulaikah,
Jogoroto yang jumlahnya 30 orang .
1.4.3
Sampling
Sampling
adalah proses menyeleksi populasi yang ada. Teknik sampling dalam penelitian
ini adalah Non Probability Sampling
dengan jenis Total Sampling yaitu teknik penentuan sample bila semua anggota
populasi digunakan sebagai sample. Hal ini sering dilakukan bila jumlah
populasi kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi
dengan kesalahan yang sangat kecil. (Sugiyono, 2009)
1.5 Identifikasi
dan Definisi Operasional Variabel
1.5.1
Variabel
1)
Variabel
Independent (Variabel Bebas)
Variabel independent
dalam penelitian ini adalah pemberian ASI eksklusif (0-6 bulan).
2)
Variabel
Dependent (Variabel Tergantung)
Variabel
dependent dalam penelitian ini adalah perubahan berat badan ibu postpartum.
1.5.2
Definisi
Operasional
Definisi operasional
adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik
yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi dan pengukuran
secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena. (A. Aziz A.H, 2010).
Adapun definisi operasional variabel penelitian pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Definisi Operasional variabel tentang pengaruh pemberian ASI
eksklusif terhadap perubahan berat badan ibu postpartum.
No
|
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Kriteria
|
Alat Ukur
|
Skala Ukur
|
Kriteria
|
1
|
Independent
ASI eksklusif
0-6 bulan
|
Pemberian air susu ibu kepada bayi
tanpa diberikan apa-apa pada usia 0 – 6 bulan
|
1.Bayi diberi ASI eksklusif
2.Bayi tidak diberi makanan tambahan, misalnya:
madu, susu formula, air gula,dll
|
Lembar observasi
|
Nominal
|
0:Memberikan ASI Eksklusif 1:Tidak memberikan ASI Eksklusif
|
2
|
Dependent
Perubahan berat badan ibu postpartum
|
Perbandingan berat badan ibu sebelum hamil dan
setelah melahirkan
|
Jumlah perubahan berat badan ibu 6 bulan postpartum
|
Timbangan badan (Injak)
|
Ordinal
|
0:Naik
1:Tetap
2:Turun
|
4.6
Instrumen Penelitian dan Pengumpulan
Data
Instrumen Penelitian yaitu alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data
(Notoadmojo, 2005).
Pada penelitian ini instrumen yang digunakan untuk variabel pemberian ASI
eksklusif adalah lembar observasi. Sedangkan untuk variabel perubahan berat badan ibu postpartum adalah timbangan badan
(Injak).
Lembar observasi berisikan tentang tindakan pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap perubahan berat badan
ibu postpartum, yaitu: nomor responden, BB sebelum hamil, BB sekarang, kriteria
perubahan berat badan ibu postpartum.
4.6.2 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara peneliti untuk mengumpulkan data yang akan
dilakukan dalam penelitian.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara wawancara, kuisioner, dan observasi. Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara
mewawancarai langsung responden yang dilakukan, metode ini memberikan hasil
secara langsung. Kuiseoner merupakan alat ukur dengan cara subyek diberikan
angket dengan beberapa pertanyaan kepada responden (Aziz Alimul, 2010). Obsevasi adalah suatu proses yang
komplek, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan
psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan
ingatan. (Sugiyono, 2009)
Pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan
rekomendasi dari dosen pembimbing dan
ijin penelitian dari lembaga pendidikan (Stikes ICME) serta institusi terkait.
Selanjutnya memberikan surat persetujuan dari tempat penelitian dan responden,
dan seterusnya sampai dengan pemberian lembar observasi dan mengukur penurunan
berat badan ibu postpartum yang telah memberikan ASI kepada bayinya setelah
satu bulan.
4.7 Pengolahan
Data
4.7.1
Pengolahan
Data
Setelah data terkumpul, maka dilakukan pengolahan data
melalui tahapan Editing, Coding, Scoring, dan Tabulating.
1)
Editing
Editing adalah
suatu kegiatan yang bertujuan untuk meneliti kembali apakah isian pada lembar
pada pengumpulan data sudah cukup baik sebagai upaya menjaga kualitas data agar
dapat diproses lebih lanjut (Moh. Nasir, 2009).
Dalam editing ini akan diteliti :
a.
Lengkapnya
pengisian: format harus terisi lengkap.
b.
Kejelekan
dan kesesuaian jawaban satu sama lainnya.
c.
Relevansi
jawaban dengan lembar observasi.
d.
Keseragaman
satuan data.
2)
Coding
Coding adalah mengklasifikasikan jawaban dari
responden menurut kriteria tertentu. Klasifikasi pada umumnya ditandai dengan
kode tertentu yang biasanya sampai angka (Moh. Nasir, 2009).
Dalam penelitian ini pengkodean sebagai berikut :
a.
Variabel
pemberian ASI eksklusif :
1 =
Tidak memberikan ASI Eksklusif
2 =
Memberikan ASI Eksklusif
b.
Variabel
perubahan berat badan ibu postpartum
1 = Naik
2 =
Tetap
3 =
Turun
3)
Scoring
Scoring adalah penentuan jumlah skor bila ada jawaban
ya diberi skor 1 dan bila tidak diberi scor 0 (Moh. Nasir, 2009).
Artinya jika diberi ASI eksklusif maka cheklist diberi skor 1 dan jika tidak
diberi ASI eksklusif maka diberi skor 0. Sedangkan jika terjadi perubahan berat badan ibu
postpartum yaitu: naik: 0, tetap: 1, turun: 2.
4)
Tabulating
Tabulasi adalah data mentah dimasukkan ke dalam table (Wibisono,
2009). Tabulasi dalam
penelitian ini penyajian data dalam bentuk tabel yang menggambarkan distribusi
frekwensi responden berdasarkan karakteristiknya dan tujuan penelitian.
4.7.2
Analisa
Data
Analisa data merupakan kegiatan setelah data dari
seluruh responden atau sumber data lain
terkumpul. (Sugiyono, 2009)
1)
Pemberian
ASI eksklusif
Setelah data pemberian ASI eksklusif diperoleh dan
ditabulasikan dilanjutkan analisa secara deskriptif menggunakan logika yang berdasarkan
pada referensi yang ada.
2)
Perubahan
berat badan ibu postpartum
Setelah data pemberian ASI
eksklusif diperoleh dan ditabulasikan dilanjutkan analisa secara deskriptif
menggunakan logika yang berdasarkan pada referensi yang ada
3)
Pengaruh
Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Perubahan Berat Badan Ibu
Postpartum
Setelah data dilakukan tabulasi dilanjutkan uji
statistik Mann-Whitney kemudian menganalisa data secara deskriptif menggunakan
logika berdasarkan fakta dan memadukan dengan referensi yang ada.
Setelah mendapat ijin data
dikumpulkan melalui observasi untuk pemberian ASI eksklusif (pemberian air susu
ibu kepada bayinya selama enam bulan, pemberian air susu ibu tanpa diberikan
apapun, misalnya: air gula, madu, susu formula). Skor 0 : tidak, skor 1 : iya, sedangkan untuk
perubahan berat badan ibu postpartum , yaitu: naik 0, tetap 1, turun 2. Setelah
terkumpul, untuk mengetagui
pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap perubahan berat badan ibu postpartum
maka dilakukan uji statistic mann-whitney yaitu untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara dua variable yaitu variable bebas yang berskala nominal dan
variable terikat yang berskala ordinal (Sugiyono, 2008). Jika p < 0,05 maka
Ho ditolak.
4.8 Etika
Penelitian
Dalam penelitian ini mengajukan
permohonan kepada Bidan Siti Zulaikah, Amd.Keb untuk mendapatkan persetujuan,
setelah mendapatkan persetujuan, kemudian mengadakan wawancara dan observasi
pada responden yang akan diteliti dengan beberapa masalah etika sebagai berikut
:
4.8.1 Informed consent (Persetujuan)
Lembar persetujuan akan diberikan kepada responden
atau subyek sebelum penelitian dilaksanakan dengan maksud supaya responden
mengetahui tujuan penelitian, jika subyek bersedia diteliti harus
menandatangani lembar persetujuan tersebut, tetapi jika tidak bersedia maka
peneliti harus tetap menghormati hak responden.
4.8.2 Anonimity (Tanpa nama)
Nama subyek tidak dicantumkan pada lembar pengumpulan
data, untuk mengetahui keikutsertaan responden, peneliti menuliskan nomor dan
kode pada masing-masing lembar pengumpulan data.
4.8.3 Confidentiality (Kerahasiaan)
Informasi yang telah dikumpulkan dari subyek dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya sekelompok tertentu saja yang akan
dilaporkan atau disajikan pada hasil penelitian.
4.9 Keterbatasan
Keterbatasan penelitian ini hanya mengambil sampel
dari pasien setelah 6 bulan postpartum di BPS Siti Zulaikah, Amd.Keb Jogoroto,
Jombang.
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dipaparkan tentang hasil penelitian sesuai dengan rumusan
masalah dan tujuan penelitian.
5.1 Gambaran Umum
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di BPS Siti Zulaikah Amd.Keb,
Jogoroto, Jombang. Batas wilayah BPS ini adalah :
Sebelah Utara :
Kecamatan Mojoagung
Sebelah Selatan :
Kecamatan Mojowarno
Sebelah Barat :
Kecamatan Diwek
Sebelah Timur :
Kecamatan Mojowarno
BPS Siti Zulaikah Amd.Keb melayani Kesehatan Ibu dan Anak, Keluarga
Berencana, Persalinan, kesehatan reproduksi wanita maupun menoupau, dan sering
mengadakan kelas ibu hamil. Bidan Siti Zulaikah mempunyai nomor
SIB : 174 BID JMB I/III/2006. Bidan ini termasuk Bidan Delima. Ruangan yang ada
yaitu, ruangan periksa, ruang nifas 1 dan 2, ruang bersalin, mushola dan kamar
mandi, dan kamar untuk bidan ada 2.
Pelaksanaan penyebaran kuesioner tanggal 11 – 15 April 2011 dari 30
kuesioner yang tersebar seluruhnya dapat dikembalikan 100% dan sesuai dengan
kriteria sampel. Hasil dari penelitian terdiri dari dua bagian yaitu data umum
dan data khusus. Untuk mengetahui hasil penelitian secara lengkap sebagai
berikut:
5.2 Hasil Penelitian
1) Data Umum
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di BPS Siti Zulaikah,
Amd.Keb, Jogoroto, Jombang, April 2011
Umur
|
Frekuensi
|
Prosentase (%)
|
< 20 tahun
|
15
|
50
|
20 – 35 tahun
|
6
|
20
|
>35 tahun
|
9
|
30
|
Jumlah
|
30
|
100
|
Sumber: Data Primer, 2011
Berdasarkan table 5.1 diatas didapatkan sebagian besar responden berumur ,
20 tahun sebanyak 15 (50%) ibu postpartum.
b.
Karakteristik
Responcen Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 5.2 Karakteristik
Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di BPS Siti Zulaikah Amd.Keb,
Jogoroto, Jombang, April 2011
Pendidikan
|
Frekuensi
|
Prosentase (%)
|
Tidak Sekolah
|
0
|
0
|
SD
|
3
|
10
|
SMP
|
14
|
46,7
|
SMA
|
11
|
36,7
|
Perguruan Tinggi
|
2
|
6,6
|
Jumlah
|
30
|
100
|
Sumber: Data Primer, 2011
Berdasarkan table 5.2 didapatkan sebagian besar responden berpendidikan SMP
sebanyak 14 (46,7%) ibu postpartum.
Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di BPS Siti
Zulaikah Amd.Keb, Jogoroto, Jombang, April 2011
Pekerjaan
|
Frekuensi
|
Prosentase (%)
|
IRT
|
15
|
50
|
Tani
|
6
|
20
|
PNS
|
1
|
3,3
|
Lain-lain
|
8
|
26,7
|
Jumlah
|
30
|
100
|
Sumber: Data Primer, 2011
Berdasarkan table 5.3 didapatkan sebagian besar responden bekerja sebagai
IRT sebanyak 15 (50%) ibu postpartum.
2) Data Khusus
Data khusus
berupa Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Perubahan Berat Badan Ibu
Postpartum di BPS Siti Zulaikah Amd.Keb, Jogoroto, Jombang. Dari hasil
penelitian pada 30 responden dengan menggunakan kuesioner didapatkan hasil
sebagai berikut:
a.
Jumlah Ibu Postpartum Yang Memberikan Dan Tidak Memberikan ASI Eksklusif di
BPS Siti Zulaikah Amd.Keb, Jogoroto, Jombang
Tabel 5.4 Distribusi Jumlah Ibu Postpartum Yang Memberikan Dan Tidak
Memberikan ASI Eksklusif di BPS Siti Zulaikah Amd.Keb, Jogoroto, Jombang, April
2011
Pemberian ASI Eksklusif
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
Memberikan
|
20
|
66,7
|
Tidak Memberikan
|
10
|
33,3
|
Jumlah
|
30
|
100
|
Sumber: Data Primer, 2011
Dari tabel 5.4 menunjukkan bahwa responden yang memberikan ASI eksklusif
sebanyak 20 (66,7%) ibu postpartum.
1.
Jumlah Perubahan Berat Badan Ibu Postpartum Yang Memberikan Dan Tidak
Memberikan ASI Eksklusif di BPS Siti Zulaikah Amd.Keb Jogoroto, Jombang
Tabel 5.5
Distribusi Perbandingan Perubahan Berat Badan Ibu Postpartum Yang Memberikan
ASI Eksklusif di BPS Siti Zulaikah Amd.Keb Jogoroto, Jombang, April 2011
Perubahan Berat Badan Ibu
Postpartum
|
Frekuensi
|
Prosentase (%)
|
Naik
|
3
|
10
|
Tetap
|
1
|
5
|
Turun
|
17
|
85
|
Jumlah
|
20
|
100
|
Sumber: Data Primer, 2011
Dari table 5.5 menunjukkan responden
yang memberikan ASI eksklusif dengan penurunan berat badan sebanyak 17
(85%) ibu postpartum.
Tabel 5.6 Distribusi Perbandingan Perubahan Berat Badan Ibu Postpartum Yang
Tidak Memberikan ASI Eksklusif di BPS Siti Zulaikah Amd.Keb Jogoroto, Jombang,
April 2011
Perubahan Berat Badan Ibu
Postpartum
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
Naik
|
7
|
70
|
Tetap
|
0
|
0
|
Turun
|
3
|
30
|
Jumlah
|
10
|
100
|
Sumber: Data Primer, 2011
Dari table 5.6 menunjukkan ibu postpartum yang tidak memberikan ASI
eksklusif dengan kenaikan berat badan
sebanyak 7 (70%) ibu postpartum.
b. Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Perubahan
Berat Badan Ibu Postpartum
Tabel 5.7
Tabulasi Silang Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Perubahan Berat Badan Ibu
Postpartum di BPS Siti Zulaikah Amd.Keb, Jogoroto, Jombang, April 2011
Pemberian
ASI
Eksklusif
|
Perubahan Berat Badan Ibu
Postpartum
|
Total
|
||||||||||||
Naik
|
Tetap
|
Turun
|
||||||||||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
|||||||
Memberikan
|
2
|
6,7
|
1
|
3,3
|
17
|
56,7
|
20
|
66,7
|
||||||
Tidak
Memberikan
|
7
|
23,3
|
0
|
0
|
3
|
10
|
10
|
33,3
|
||||||
Total
|
9
|
30
|
1
|
3,3
|
20
|
66,7
|
30
|
100
|
||||||
Uji Mann-Whitney α = 0,05 ρ = 0,002
|
||||||||||||||
Sumber: Data Primer, 2011
Hasil dari perhitungan statistic dengan korelasi Mann-Whitney diperoleh p =
0,002 < 0,05 H1 diterima jadi ada pengaruh perubahan berat badan ibu
postpartum di BPS Siti Zulaikah Amd.Keb Jogoroto, Jombang.
Dari tabel 5.7 diatas dapat diketahui bahwa responden yang
memberikan ASI eksklusif disertai penurunan berat badan sebanyak 17 (85%) ibu
postpartum dan responden yang tidak memberikan ASI eksklusif disertai kenaikan
berat badan sebanyak 7 (70%) ibu postpartum.
5.1 Pembahasan
Dalam pembahasan ini akan dipaparkan mengenai hasil penelitian yang telah
dilakukan tentang pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap perubahan berat
badan ibu postpartum (Studi di BPS Siti Zulaikah Amd.Keb Jogoroto, Jombang).
1.
Jumlah ibu postpartum yang memberikan dan tidak memberikan ASI eksklusif di
BPS Siti Zulaikah Amd.Keb Jogoroto, Jombang
Berdasarkan hasil penelitian dala tabel diatas menunjukkan bahwa responden
yang yang terbanyak yaitu ibu postpartum yang memberikan ASI eksklusif sebanyak
20 (66,7%).
Sesuai dengan karakteristikresponden berdasarkan umur yamg terbanyak yaitu
usia < 20 tahun. Usia muda lebih memiliki pengetahuan yang luas dibandingkan
usia tua karena sekarang banyak informasi yang didapatkan tentang kesehatan
khususnya tentang ASI eksklusif. Sesuai dengan karakteristik responden
berdasarkan pendidikan yang terbanyak yaitu pendidikan SMP. Meskipun pendidikan
terakhir SMP namun dikurikulum pembelajaran sudah dipelajari tentang ASI
sehingga responden tahu manfaat ASI. Sesuai karakteristik responden berdasarkan
pekerjaan yang terbanyak yaitu tidak bekerja (ibu rumah tangga). Ibu yang tidak
bekerja kesempatan untuk disamping bayinya lebih banyak sehingga kesempatan
untuk menyusui bayinya lebih tinggi
Manfaat ASI untuk bayi menurut Ari Sulistyawati 2009 yaitu dapat
membantu bayi memulai kehidupannya dengan baik. Kolostrum, susu jolong, atau
susu pertama mengandung antibody yang kuat untuk mencegah infeksi dan membuat
bayi menjadi kuat. ASI mudah dicerna oleh bayi.
Sedangkan
manfaat ASI untuk ibu menurut Suparyanto 2011 yaitu Ibu lebih cepat langsing,
penelitian membuktikan bahwa menyusui 6 bulan lebih langsing setengah kg
dibanding ibu yang tidak menyusui.
2.
Perbandingan pemberian
ASI eksklusif dengan perubahan berta badanibu postpartum di BPS Siti Zulaikah Amd.Keb Jogoroto, Jombang
Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa responden yang memberikan ASI
eksklusif dengan penurunan berat badan sebanyak 17 (85%) dari 20 ibu
postpartum, sedangkan responden yang tidak memberikan ASI eksklusif dengan
kenaikan berat badan sebanyak 7 (70%) dari 10 ibu postpartum.
Kemungkinan lemak dalam
tubuh yang tertimbun pada saat hamil akan berkurang pada saat menyusui karena
energy yang digunakan ibu untuk menyusui bayinya itu berasal dari perombakan
lemak.
Menurut Nurhayati 2008, ketidakseimbangan antara energy yang masuk dengan
yang keluar sering menyebabkan kenaikan berat badan karena terlalu banyak
makanan dan terlalu sedikit olahraga atau beaktivitas.
Menurut
Ari Sulistyawati 2009, masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah
plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu.
Tahapan masa nifas : 1) Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam
hal ini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam,
dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. 2) Puerperium intermedial
merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia, yang lamanya sekitar 6
– 8 minggu. 3) Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama
berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan.
Menurut Grace Carol
2010, melahirkan akan menyebabkan ibu kehilangan berat badan
selama hamil sekitar 5-6 kg akibat pengeluaran plasenta, air ketuban, dan 2-3
kg diuresis, lokea, dan involusi uteri.
3.
Pengaruh pemberian ASI
eksklusif terhadap perubahan berat badan ibu postpartum di BPS Siti Zulaikah Amd.Keb Jogoroto, Jombang
Berdasarkan
penelitian didapatkan responden yang memberikan ASI eksklusif disertai
penurunan berat badan sebanyak 17 (85%) ibu postpartum dan responden yang tidak
memberikan ASI eksklusif disertai kenaikan berat badan sebanyak 7 (70%) ibu
postpartum. Hasil uji statistic mann-whitney U didapatkan nilai 41.500, p =
0,02 < 0,05 Ho ditolak sedangkan H1 diterima sehingga ada pengaruh pemberian
ASI eksklusif terhadap perubahan berat badan ibu postpartum di BPS Siti
Zulaikah Amd.Keb, Jogoroto, Jombang.
Mungkin selama kehamilan, tubuh ibu menyiapkan energy
untuk pemberian ASI dengan cara menyimpan energy dalam bentuk lemak extra yang
tidak akan segera hilang sesudah melahirkan. Lemak ini memberikan kalori extra
yang diperlukan untuk produksi air susu selama beberapa bulan.
Memproduksi susu
untuk bayi membutuhkan banyak energi ekstra, sekitar 200-500 kalori. Kebutuhan kalori yang
lebih tinggi untuk menyusui adalah satu alasan bahwa lemak tubuh ekstra
disimpan selama kehamilan - sehingga ibu memiliki sumber tersedia bahan bakar
ekstra untuk membuat susu. Jadi, menyusui menciptakan kesempatan yang unik
untuk membantu ibu menurunkan lemak lebih cepat dengan membakar lemak yang tersimpan.
Menurut
Arisman 2009, prinsip pengurangan berat badan dimasa menyusui yaitu memberikan
ASI secara eksklusif. Keinginan untuk menghabiskan bobot pertambahan berat
badan selama kehamilan berlangsung yaitu berat yang tersisa setelah bayi lahir.
Materi yamg dilahirkan berbobot sekitar 4,95 kg. Materi yang terlahir ini
terdiri atas janin 3,4 kg, plasenta 0,45 kg, cairan amnion 0,9 kg, dan darah
0,6 kg. Sementara pertambahan berat badan selama hamil sekitar 12 kg. Sisa
berat badan (lemak yang tertimbun) yaitu 7,05 kg. Meski dianjurkan penambahan
asupan kalori sebesar 80 – 90 % atau 500
kalori selama penyusuan, energy sebesar itu tidak cukup untuk memproduksi ASI
yang akan diberikan eksklusif selama 24 jam. Untuk menghasilkan air susu
sebanyak 100 cc dibutuhkan 85 kkal. Ibu menyusui yang berstatus gizi baik
berkemampuan menyekresikan air susu sebanyak 750 cc. Produksi ASI sevolume ini
memerlukan energy sekitar (750/ 100 x 85) 637 kkal (dibulatkan). Dengan
demikian, telah terjadi kekurangan energy sebanyak 637-450 (konversi energy
dianggap 90%: artinya energy tambahan sebesar 500 kkal itu akan menjelma
menjadi energy dalam ASI hanya sebanyak 450 kkal) = 187 kkal, yang setara
dengan (187/9) 21 gr lemak (dibulatkan). Perhitungan ini sekaligus menguatkan
pendapat bahwa dengan memberikan ASI eksklusif maka berat badan ibu akan
kembali normal dengan cepat dan menepis isu bahwa menyusui bayi akan membuat
tubuh menjadi gemuk.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan
disajikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian tentang pengaruh pemberian
ASI eksklusif terhadap perubahan berat badan ibu ostpartum di BPS Siti Zulaikah
Amd.Keb Jogoroto, Jombang.
Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti pada bulan April 2011 di BPS Siti
Zulaikah Amd.Keb Jogoroto, Jombang maka dapat diambil kesimpulan dan saran
sebagai berikut:
6.1 Kesimpulan
1. Sebagian besar responden di BPS Siti Zulaikah Amd.Keb Jogoroto, Jombang adalah
ibu postpartum yang memberikan ASI eksklusif.
2. Perbandingan perubahan berat badan ibu postpartum di BPS Siti
Zulaikah Amd.Keb Jogoroto, Jombang adalah responden yang memberikan ASI eksklusif yang
terbanyak dengan penurunan berat,
dan responden yang tidak memberikan ASI eksklusif yang
terbanyak dengan kenaikan berat badan.
3. Ada pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap
perubahan berat badan ibu postprtum di BPS BPS Siti Zulaikah Amd.Keb Jogoroto,
Jombang.
6.2 Saran
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Setelah mengetahui
hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan tenaga kesehatan dapat lebih
mensosialisasikan tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif terhadap perubahan berat badan
ibu postprtum.
2. Bagi Masyarakat
Dari gambaran hasil
penelitian yang dilakukan dharapkan masyarakat terutama ibu postpartum lebih
memperhatikan manfaat memberikan ASI eksklusif yaitu
bagi ibu dapat menurunkan berat badan seperti sebelum hamil dan bagi bayi ASI
bermanfaat untuk melindungi bayi dari infeksi.
3. Bagi Institusi
Diharapkan sebagai tambahan informasi tentang pemberian ASI eksklusif bagi
ibu dapat menurunkan berat badan seperti
sebelum hamil dan bagi bayi ASI bermanfaat untuk melindungi bayi dari infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Alfarisi. 2008. Fisiologi Laktasi. http://aku–anak-peternakan.
blogspot.com /2008/05/fisiologi-laktasi.html
diakses tanggal 04 Februari 2011
Alimul, Aziz.2010. Metodologi
Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data.Jakarta:Salemba
Medika
Arisman.
2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta:
EGC
Ayu, Ida. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta:
EGC
Carol, Grace.
2010. Tesis Analisa Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Penurunan Berat Badan Ibu Postpartum Di Kecamatan Balikpapan
Selatan.
Chumbley, Jane.
2004. Menyusui. Jakarta: Erlangga
Departemen
Kesehatan RI. 2007. Pedoman
Penyelenggaraan Pelatihan Konseling Menyusui Dan Pelatihan Fasilitator
Konseling Menyusui. http://www.dinkesjatim.go.id/ diakses
tanggal 04 Februari 2011
Inayati. 2006. Seputar Status Gizi Ibu Menyusui Dan
Pemberian ASI. http://wrm-indonesia.org
diakses tanggal 04 Februari 2011
Jenny. 2006. Perawatan Masa Nifas Ibu dan Bayi. Jakarta:
Sahabat Setia
JNPK-KR. 2007. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK
Juniriana, Rita.
2007. Balitaku Sehat. Jakarta: Sunda
Kelapa Pustaka
Kearney, Angela.
Sepuluh Langkah Menuju Sayang Bayi. http://gizi-net/download/pekanasi-2010.pdf
diakses tanggal 04 Februari 2011
Leveno, Kenneth.
2009. Obstetri Williams. Jakarta: EGC
Nasir. 2009. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Notoatmodjo,
Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Novianti, Ratih.
2009.Menyusui Itu Indah. Yogyakarta:
Octopus
Nursalam. 2009.
Konsep dan Penerapan Metode Penelitian
Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Saleha, Sitti.
2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta:
Salemba Medika
Soesanto,
Wibisono. 2009. Biostatistika Penelitian
Kesehatan. Surabaya: Perc Duatujuh
Sugiyono. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif
Dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sulistyawati,
Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Masa Nifas. Yogyakarta: Andi
Sunar, Dwi.
2009. ASI Eksklusif.Jogjakarta: Diva
Press
Suparyanto.
2011. Konsep Menyusui Dan ASI Eksklusif. http://dr-suparyanto.blogspot.com/
diakses tanggal 04 Februari 2011
Varney, Helen.
2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta:
EGC
Widjarnako,
Bambang. 2009. Masa Nifas. http: // bidpend.blogspot.com
/2009/ masa - nifas.html diakses tanggal 04 Februari 2011
Williams,
Frances. 2003. Babycare Pedoman Merawat
Bayi. Jakarta: Erlangga
Http://www.jombangkab.go.id/
diakses tanggal 04 Februari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar